Beranda | Artikel
Bahaya Gibah dan Namimah di Era Media Sosial
Selasa, 17 Juni 2025

Di era sekarang, dengan adanya kemudahan mengakses informasi dan adanya keterbukaan, rawan sekali seorang muslim terjatuh ke dalam perbuatan gibah dan namimah. Dua dosa besar yang membahayakan seorang muslim, namun terkadang sebagian besar dari kita terjerumus ke dalamnya. Entah karena bermudah-mudahan di dalam menerima informasi yang belum jelas, ketidakingintahuan terhadap sebuah kebenaran, ataupun kemalasan untuk melakukan tabayyun dan klarifikasi, seorang muslim terkadang dengan mudahnya menulis komentar-komentar yang bermuatan gibah dan namimah kepada saudara muslim lainnya. Sungguh, hal ini sangatlah disayangkan dan harus menjadi perhatian kita bersama.

Pada artikel ini, akan sedikit kita paparkan kembali, ayat-ayat dan hadis-hadis serta pembahasan singkat terkait bahaya gibah dan namimah. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran darinya dan berhati-hati dari terjerumus ke dalam dua dosa besar tersebut.

Saudaraku sekalian, perbuatan mengadu domba, namimah, dan melemparkan berita berita tak berdasar akan merusak hubungan seorang muslim dengan muslim lainnya. Perbuatan semacam ini hukumnya haram secara mutlak tanpa ada perselisihan di antara para ulama. Dalil-dalil syariat secara jelas menunjukkan keharaman namimah dan gibah. Allah Ta’ala tatkala memberikan pembelaan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam surah Al-Qalam, di antara perintah-Nya kepada Nabi Muhammad adalah menjauhi orang-orang yang gemar mengadu domba. Lalu, bagaimana hukumnya jika kita sendiri yang melakukan sendiri aktifitas adu domba tersebut? Tentu hal tersebut lebih terlarang di sisi Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِينٍ *  هَمَّازٍ مَّشَّاءٍ بِنَمِيمٍ

“Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah lagi hina, yang suka mencela, yang ke sana ke mari menyebarkan namimah (adu domba). (QS. Al-Qalam: 10-11)

Bahaya gibah dan mengadu domba

Begitu banyak ancaman dan bahaya namimah dan gibah yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan di dalam Al-Qur’an dan hadis, di antaranya:

Pertama: Merupakan salah satu penyebab siksa kubur

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam suatu hari melewati dua kuburan yang penghuninya sedang disiksa. Beliau bersabda,

إنَّهُما لَيُعَذَّبَانِ، وما يُعَذَّبَانِ في كَبِيرٍ، أمَّا أحَدُهُما فَكانَ لا يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِ، وأَمَّا الآخَرُ فَكانَ يَمْشِي بالنَّمِيمَةِ، ثُمَّ أخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً، فَشَقَّهَا بنِصْفَيْنِ، ثُمَّ غَرَزَ في كُلِّ قَبْرٍ واحِدَةً، فَقالوا: يا رَسولَ اللَّهِ، لِمَ صَنَعْتَ هذا؟ فَقَالَ: لَعَلَّهُ أنْ يُخَفَّفَ عنْهما ما لَمْ يَيْبَسَا

“Sesungguhnya kedua penghuninya sedang disiksa, dan mereka tidak disiksa karena dosa besar (menurut pandangan manusia). Adapun salah satunya tidak menjaga diri dari air kencingnya, dan yang lainnya suka berjalan menyebarkan namimah (adu domba).’ Kemudian beliau mengambil pelepah kurma yang masih basah, lalu membelahnya menjadi dua bagian, kemudian menancapkan satu bagian di setiap kuburan. Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan ini?’ Beliau bersabda, ‘Semoga siksaan keduanya diringankan selama pelepah kurma ini belum kering.‘” (HR. Bukhari no. 218 dan Muslim no. 292)

Kedua: Merupakan sebab masuk neraka

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا يَدْخُلُ الجَنَّةَ نَمَّامٌ

“Tidaklah masuk surga orang-orang yang gemar mengadu domba di antara manusia.” (HR. Bukhari no. 6056 dan Muslim no. 105, teks hadis ini adalah riwayat Muslim)

Ketiga: Mendapatkan hinaan langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

Beliau bersabda,

ألا أخبرُكم بأفضلِ من درجةِ الصيامِ والصلاةِ والصدقةِ؟ قالوا: بلى، قال: إصلاحُ ذاتِ البينِ، وفسادُ ذاتِ البينِ الحالِقةُ

“Maukah kalian aku kabarkan tentang sesuatu yang lebih baik daripada derajat puasa, salat, dan sedekah?’ Mereka menjawab, ‘Tentu.’ Beliau bersabda, ‘Mendamaikan perselisihan di antara manusia, dan merusak hubungan di antara manusia adalah penghancur (pahala).” (HR. Abu Dawud no. 4919 dan disahihkan oleh Syekh Al-Albani dalam kitab Shahih Abi Dawud)

Tindakan mengadu domba, erat kaitannya dengan dosa gibah, karena gibah sejatinya adalah menyebutkan aib orang lain ataupun hal yang tidak disukainya, hingga seringkali orang yang mendengar hal tersebut akan membencinya. Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabatnya,

أَتَدْرُونَ ما الغِيبَةُ؟ قالوا: اللَّهُ ورَسولُهُ أعْلَمُ، قالَ: ذِكْرُكَ أخاكَ بما يَكْرَهُ. قيلَ: أفَرَأَيْتَ إنْ كانَ في أخِي ما أقُولُ؟ قالَ: إنْ كانَ فيه ما تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وإنْ لَمْ يَكُنْ فيه فقَدْ بَهَتَّهُ.

“Apakah kalian tahu, apa itu gibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Lalu beliau bersabda, “Engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak ia sukai.” Ditanyakan, “Bagaimana jika apa yang aku katakan memang ada pada saudaraku?” Beliau bersabda, “Jika apa yang engkau katakan memang ada padanya, maka engkau telah menggibahinya. Dan jika tidak ada padanya, maka engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589)

Dengan menceritakan keburukan seseorang, maka sejatinya diri kita sedang menanamkan bibit-bibit kebencian pada saudara-saudara muslim lainnya kepada orang tersebut. Inilah hakikat namimah yang telah jelas akan keharamannya.

An-Nawawi rahimahullah berkata tentang gibah, “Gibah itu adalah ketika engkau menyebut sesuatu yang ada pada saudaramu, sedang dirinya tidak menyukainya. Baik engkau menyebutnya dengan lisanmu, atau dalam tulisanmu, atau dengan isyarat, atau dengan mengedipkan mata, atau tangan, atau kepala. Batasannya adalah: setiap apa yang kamu sampaikan kepada orang lain yang menunjukkan kekurangan seorang muslim, maka itu adalah gibah yang diharamkan. (Kitab Al-Adzkar, hal. 522)

Para ulama sepakat bahwa gibah merupakan dosa besar sebagaimana halnya mengadu domba, pelakunya wajib bertobat serta memohon ampunan kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman,

أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ

“Apakah salah seorang di antara kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (QS. Al-Hujurat: 12)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga menunjukkan akibat buruk gibah dan namimah di akhirat. Beliau bersabda,

لما عُرِجَ بي مررتُ بقومٍ لهم أظفارٌ من نُحاسٍ يخْمِشون وجوهَهم وصدورَهم، فقلتُ: من هؤلاء يا جبريلُ؟ قال: هؤلاء الذين يأكلون لحومِ الناسِ، ويقعون في أعراضِهم

“Ketika aku diisra’kan (diangkat ke langit ketika Isra’ mi’raj), aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga. Mereka mencakar wajah dan dada mereka. Aku bertanya, ‘Siapakah mereka ini, wahai Jibril?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan menjatuhkan harga diri mereka.” (HR. Abu Dawud no. 4878 dan disahihkan oleh Syekh Al-Albani dalam kitab Shahih At-Targhib no. 2839)

Baca juga: Menjaga Lisan di Era Media Sosial

Beberapa kiat agar dapat menjauhkan diri kita dari adu domba dan gibah

Pertama: Ingatlah keburukan di akhirat yang dihasilkan perbuatan tersebut. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تجد من شِرار النَّاسِ يوم القيامة عند الله ذا الوَجْهَيْنِ الذي يَأْتي هَؤُلاءِ بوَجْهٍ، وهَؤُلاءِ بوَجْهٍ

“Engkau akan menemukan di antara seburuk-buruk manusia pada hari kiamat di sisi Allah adalah orang yang bermuka dua, yang mendatangi kelompok ini dengan satu muka dan kelompok itu dengan muka lain.” (HR. Bukhari no. 3493 dan Muslim no. 2526)

Kedua: Pikirkan jumlah pahala kita yang akan hilang karena gibah dan namimah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَتَدْرُونَ ما المُفْلِسُ؟ قالوا: المُفْلِسُ فِينا مَن لا دِرْهَمَ له ولا مَتاعَ، فقالَ: إنَّ المُفْلِسَ مِن أُمَّتي يَأْتي يَومَ القِيامَةِ بصَلاةٍ، وصِيامٍ، وزَكاةٍ، ويَأْتي قدْ شَتَمَ هذا، وقَذَفَ هذا، وأَكَلَ مالَ هذا، وسَفَكَ دَمَ هذا، وضَرَبَ هذا، فيُعْطَى هذا مِن حَسَناتِهِ، وهذا مِن حَسَناتِهِ، فإنْ فَنِيَتْ حَسَناتُهُ قَبْلَ أنْ يُقْضَى ما عليه أُخِذَ مِن خَطاياهُمْ فَطُرِحَتْ عليه، ثُمَّ طُرِحَ في النَّارِ

“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?” Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki harta.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala salat, puasa, dan zakat, namun ia datang (setelah) mencaci maki ini, menuduh ini, memakan harta ini, menumpahkan darah ini, dan memukul ini. Maka diberikanlah pahala kebaikan-kebaikan orang ini kepada yang dicaci, dan pahala kebaikan-kebaikan orang ini kepada yang dituduh. Jika kebaikannya habis sebelum melunasi kewajibannya, maka diambil dari dosa-dosa mereka, lalu dibebankan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 2581)

Ketiga: Sebelum membicarakan orang lain dan kekurangannya lalu kemudian mengadu domba mereka, bercerminlah dan lihatlah kekurangan diri kita terlebih dahulu.

Sadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Ingat! Tentu kita tidak akan rela jika orang lain menggibahi dan merendahkan kita, lalu bagaimana mungkin kita memperlakukan orang lain dengan sesuatu yang kita pun tidak menyukainya?! Ketahuilah bahwa perasaan ini menyebabkan rasa sakit bagi orang lain. Sebelum berburuk sangka kepada orang lain yang akan menjerumuskan kita kepada gibah ataupun namimah, alangkah lebih baiknya diri kita bertabayyun (melakukan klarifikasi) dan memastikan kebenarannya terlebih dahulu.

Keempat: Carilah teman yang saleh dan bergaulah dengan orang-orang baik.

Carilah lingkungan pertemanan yang menjauhkan kita dari gibah, membicarakan orang lain, dan menyebabkan permusuhan di antara kaum muslimin.

Penutup

Mari kita bersihkan hati kita dan lisan kita dari prasangka buruk, gibah, dan juga namimah. Lebih berhati-hati di dalam bermedia sosial, tidak mudah berkomentar dan menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya, apalagi jika hal tersebut mengakibatkan adanya permusuhan di antara kaum muslimin.

Dosa gibah dan namimah terkadang nampak begitu sepele, hanya karena ketikan jari kita yang memakan waktu kurang dari satu menit tanpa terasa akan membebani diri di akhirat nanti. Karena sejatinya, setiap perbuatan kita dan segala tindak tanduk kita, maka akan dicatat oleh malaikat dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf: 18)

Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada kita, dan memudahkan kita untuk senantiasa istikamah dalam kebaikan, menjauhi hal-hal yang diharamkan, serta melindungi kita dari segala keburukan dan fitnah. Wallahua’lam bissowab.

Baca juga: Realisasi Sifat Sabar di Era Media Sosial

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Artikel Muslim.or.id


Artikel asli: https://muslim.or.id/105960-bahaya-gibah-dan-namimah-di-era-media-sosial.html